kibarmedia.com

Popular Post

Lima Rekomendasi LPA Indonesia dan LPA Banten Terhadap Kajian Full Day School (FDS)

Diposting oleh On Kamis, Agustus 11, 2016 with No comments

Serang, kibarmedia.com - Pro Kontra Full Day School (FDS) yang diwacanakan oleh Mendikbud mendapat perhatian serius oleh  Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) yang selama ini dikenal dengan nama populernya Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA). Penggunaan nama LPA Indonesia--sebagai pengganti nama Komnas PA--adalah langkah kembali ke khittah 1998, yang sekaligus dilakukan sesuai regulasi agar tidak ada lagi kesan dualisme dengan KPAI. Ketua Umum LPA Indonesia adalah Seto Mulyadi, didampingi Samsul Ridwan selaku Sekretaris Jenderal. Dan di Provinsi Banten diketuai oleh Iip Syafrudin.

Menurut Iip Syafrudin Full Day School (FDS) Sebagai sebuah wacana yang dilatari itikad baik demi penguatan karakter siswa, gagasan Mendikbud patut menjadi telaah semua pihak. Kita tentu bersepakat bahwa: pembangunan karakter anak-anak Indonesia sudah seharusnya dilakukan sebagai agenda kontinuitas tanpa henti dalam upaya perbaikan kehidupan bangsa.

Mengadakan full day school sepintas lalu menihilkan/meniadakan peran keluarga dan orangtua sebagai elemen mutlak keberhasilan pendidikan siswa. Itulah alasan utama penolakan terhadap gagasan Mendikbud, dan LPA Indonesia serta LPA Provinsi Banten bisa memahami rasa waswas yang muncul karenanya. Namun pada kenyataannya, juga tak terbantahkan bahwa sebagai konsekuensi kesibukan orangtua, banyak anak-anak yang masih diikutkan ke sekian banyak kursus sepulang jam sekolah.

Inisiatif orangtua untuk mengursuskan anak, terlepas dari positif negatifnya, besar kemungkinan hanya bisa dilakukan oleh keluarga yang memiliki kekuatan finansial. Sebaliknya, bagi keluarga dengan kemampuan keuangan yang sederhana, memberikan anak les/kursus ini-itu masih merupakan barang mahal. Terhadap kesenjangan itulah, gagasan Mendikbud berpeluang menjadi solusi, bahwa semua anak dari semua lapisan keluarga nantinya berkesempatan setara untuk mengasah diri dengan serbaneka keterampilan baru melalui FDS.

Masukan LPA Indonesia dan LPA Banten terhadap kajian full-day school (FDS) yang masih baru sebatas wacana dan dalam taraf kajian, adalah

A. Muatan FDS sepatutnya tidak memberikan beban kognitif tambahan yang akan memperletih siswa, baik secara fisik maupun psikis. FDS bukan penguatan akademis, melainkan wadah bagi siswa untuk menjadi insan-insan unggul paripurna. Penilaian berbentuk pemeringkatan antarsiswa harus dihindari.

B. FDS tidak memunculkan beban pembiayaan ekstra bagi wali dan siswa. Itu artinya, jika Pemerintah menjadikan FDS sebagai program wajib, maka Pemerintah harus memastikan kesiapan anggaran untuk itu.

C. FDS bukan hanya memberikan PR kepada siswa, FDS juga perlu memberikan penugasan kepada orangtua siswa. Penugasan itulah yang akan mengondisikan orangtua untuk tetap mengoptimalkan peran pengasuhan pada setiap kesempatan (sesempit apapun!) mereka berinteraksi dengan anak-anak. Ini sekaligus merupakan jawaban atas kerisauan sebagian kalangan akan ternihilkannya peran orangtua akibat FDS.

D. FDS difungsikan sebagai wadah ekstra bagi terpenuhinya hak-hak anak secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya, antara lain, penyediaan menu sehat, pemeriksaan kesehatan dan kelengkapan imunisasi, peningkatan iman dan takwa, serta penyelenggaraan hiburan ramah anak. Untuk merealisasikannya, Kemendikbud perlu melibatkan kementerian dan lembaga terkait dalam proses penyusunan kurikulumnya. Dan LPA Indonesia serta LPA Banten siap bekerjasama dalam hal ini.

E. FDS memberikan ruang keterlibatan seluas mungkin bagi masyarakat, utamanya untuk memastikan masuknya nilai kearifan lokal dalam materi pendidikannya. Demikian pula terkait pemantauan dan evaluasi, forum-forum masyarakat pendidikan berbasis sekolah-orangtua-masyarakat perlu digiatkan. 
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »