Serang, kibarmedia.com – Seba Baduy yang merupakan salah satu warisan budaya tak benda di Provinsi Banten, rutin dilaksanakan setiap tahunnya sebagai ungkapan rasa syukur atas panen raya suku adat di Banten ini, yang terdiri dari seba gede (seba besar) dan seba leutik (seba kecil). Tahun 2016 ini, ritual tersebut untuk seba leutik yang diikuti sebanyak 1.317 warga baduy yang dilaksanakan pada 14 hingga 15 Mei 2016 di Pendopo Gubernur Banten.
Seba baduy tahun 2016 ini, ber temakan “Menjaga Lingkungan Dengan Budaya” yang dipusatkan di Pendopo Gubernur Banten Alun-alun Kota Serang, dengan sejumlah rangkaian acara lainnya seperti pawai warga baduy, ritus seba, wayang golek, bazar rakyat, serta festifal perguron.
Dalam seba baduy juga terdapat pepatah “Gunung teu meunang dilebur (gunung tak boleh dihancur), lebak teu meunang diruksak (lembah tak boleh dirusak), larangan teu meunang ditempak (larangan tak boleh dilanggar), buyut teu meunang dirobah (buyut tak boleh diubah), lojor teu meunang dipotong (panjang tak boleh dipotong), pondok teu meunang disambung (pendek tak boleh disambung), pepatah tersebut menjadikan masyarakat Kanekes dapat menjaga lingkunannya hingga saat ini,”
Kabid Kebudayaan Disbudpar Provinsi Banten, Ymellia mengatakan, Sebaga warisan budaya tak benda, kelestarian seba baduy tersebut perlu dijaga dengan baik. Sebab, hal itu telah diketahui masyarakat luas hingga tingkat internasional.
“Tahun ini ada beberapa daerah di luar Banten yang mendukung seba, yakni Sumatera Barat, Kabupaten Solo. Bahkan dari Yogyakarta turut menampilkan tarian,” kata nya usai penyambutan kedatangan warga baduy di Pendopo Gubernur Banten, Sabtu (14/05/16).
Menurut Ymellia, Seba Baduy sebagai salah satu keunikan kearifan lokal di Banten, diharapkan dapat meningkatkan minat kunjungan wisata di Provinsi Banten. Sebab, Ritual tahunan masyarakat adat Baduy menjadi salah satu objek wisata budaya di Banten, yang sudah terkenal tidak hanya di dalam negeri tetapi sampai mancanegara. Karena itu, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memberikan dukungan penuh dalam even ini.
“Saya berharap dengan prosesi seba seperti ini, maka kunjungan wisatawan di Banten meningkat. Sebab Banten memiliki nilai-niai tinggi adat dan tradisi yang terus dipertahankan,” ungkapnya.
Senada dikatakan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, Opar Sochari. Pada seba leutik untuk seba baduy kali ini, sebanyak 1.317 warga baduy melakukan ritual berjalan kaki hingga ratusan kilometer menuju Pendopo Gubernur Banten. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Banten juga setiap tahunnya terus berupaya membenahi upacara penyambutan warga baduy agar menjadi lebih baik lagi.
“Tradisi ini diawali dengan mendatangi Kantor Bupati Lebak dan Kantor Gubernur Banten sebagai ‘Bapak Gede’ . Masyarakat Baduy akan menyerahkan hasil komoditas pertanian kepada Kepala Daerah dalam upacara itu,” katanya.
Ia menjelaskan, ritual Seba Baduy dilakukan setelah warga Baduy menjalani ritual kawalu selama tiga bulan, dimana dan pada kurun waktu tersebut kawasan Baduy tertutup bagi wisatawan. Karena itu, Opar berharap agar tradisi masyarakat Baduy tersebut dapat terus dilestarikan, dan tidak hanya dijadikan sebatas tontonan masyarakat, tetapi juga dapat menjadi tuntunan agar masyarakat Banten menjaga lingkungannya.
“ Dalam acara seba kali ini, warga baduy menitipkan pesan kepada pemerintah untuk menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan,” jelas Opar.
Jaro Saijan yang mewakili puun (tetua adat) suku baduy menyampaikan pesan kepada Gubernur Banten (abah gede) agar menjaga kelestarian lingungan agar tidak merusak alam. Menurutnya, Kalau dirusak maka akan rusak buminya, akan datang banjir dan sebagainya. Bapa Gede (Rano Karno) harus bertanggung jawab menjaga bumi Banten dari kehancuran.
Selain meminta menjaga bumi, pesan puun yang disampaikan melalui Jaro Saija juga menitipkan Gunung Pulosari, Gunung Karang, Gunung Kembang, dan gunung lain yang berada di wilayah Provinsi Banten. Jika permintaan tersebut dapat dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Banten, Saija melanjutkan, maka masyarakat Baduy, dan masyarakat Banten pada umumnya dapat hidup dengan tenang dan nyaman.
“Masyarakat Baduy itu cinta damai, Tidak ada kekerasan di baduy, tidak ada kekerasan dan gontok-gontokkan di Baduy,” jelas Jaro Saija.
Gubernur Banten Rano Karno usai mendengarkan pesan warga baduy tersebut menyatakan Seba hari tahun 2016 ini membawa kebahagiaan untuk seluruh masyarakat Banten. Seba merupakan adalah darah daging kebudayaan Banten, seba menjadi geliat silaturahmi. “Tanah ulayat di sana akan kami jaga sesuai amanat puun (tetua adat suku baduy),” tegas Rano. (dnr/adv)