Serang, kibarmedia.com - Beredarnya kabar tentang dugaan penjualan tanah negara yang ada di Pulau Panjang, Kabupaten Serang Provinsi Banten mulai terkuak, Tidak tanggung-tanggung, tanah negara yang diduga telah dibebaskan dan dijual ke salah satu perusahaan asal Jakarta tersebut mencapai ratusan hektare.
Berdasarkan data yang di himpun bahwa tanah negara yang telah di jual hampir 700 hektar, sedangkan Pulau Panjang luas daerahnya 840 hektar, jikalau semua lahan di pulau panjang itu habis terjual maka dipastikan para penduduk asli di pulau panjang harus hengkang dari tanah kelahiran mereka semua.
Yang lebih mengejutkan lagi, akibatnya kini masyarakat Pulau Panjang yang dahulu damai tentram, kini mulai pecah dan bergejolak saling berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk mendapatkan simpati masyarakat agar dapat menjual tanah garapan yang nota bene milik negara itu dengan harga yang rendah dan di jual kembali ke Perusaahaan asal Jakarata yang diketahui bernama PT ABBAYA dengan harga yang sangat tinggi haraganya, sedangkan pemilik lahan garapan hanya menerima 0,5 % dari hasil penjualan para mafia tanah di Pulau Panjang tersebut.
Sementara itu, disinyalir banyak para mafia tanah yang ikut andil dalam penjualan tanah milik negara yang berada di pulau panjang, dengan berbagai cara para mafia Tanah dadakan itu agar mendapatkan keuntungan pribadi, misalnya lahan garapan dirubah menjadi sertifikat, tanah yang bersurat GIRIK dijual dengan harga sertifikat, padahal tanah itu masih bersurat GIRIK, yang lebih mengejutkan lagi bahwa SPPT objek tanah yang seyogyanya menjadi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Serang ditenggarai banyak yang bodong.
Hal ini berdasarkan pengakuan salah seorang oknum yang kerja di Dispenda Pemkab Serang, bahwa hampir 60% SPPT di pulau panjang itu bodong,
"hampir 60% SPPT di Pulau Panjang itu bodong,artinya selama ini masyarakat membayar ke mana,ketika di cek SPPT belum terbayarkan," ujar salah satu oknum Dispenda Kabupaten Serang di sela-sela ngobrol santai di ALFA MIDI Cipocok Serang Banten.
Menyangkut perijinan di Pulau Panjang, telah di beritakan sebelumnya oleh Salah satu media lokal beberapa waktu lalu bahwa terkait Pulau Panjang terjadi pro dan kontra, sebab Sebagaimana diketahui, nilai investasi rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pulo Panjang, Kecamatan Puloampel, Kabupaten Serang mencapai Rp 100 miliar, Hal itu diketahui dari pengajuan perizinan untuk pembangunan tersebut ke Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Serang.
Kepala Bidang Investasi Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Serang Hanafi mengatakan, nilai investasi dari pengajuan pembangunan PLTU di Pulopanjang sekitar Rp 100 miliar.
"Kalau tidak salah nilai investasinya sekitar Rp 100 miliar. Dalam hal ini yang jelas pemkab akan memberikan kebijakan sesuai aturan. Kalau ada permohonan itu kan tidak masalah. Namanya juga permohonan. Setuju atau tidak berdasarkan hasil kajian," katanya kepada wartawan.
Hanafi mengatakan, masing-masing dinas teknis yang terkait dalam hal ini akan memberikan saran dan pendapatnya. Nanti kan dinas terkait rapat, semua memberikan saran dan pendapatnya.
"Untuk pengajuan ini, sudah pernah pertemuan, tapi baru dibicara kan saja, semua dinas terkait kami undang untuk memberikan hasil kajiannya. Kalau BPTPM kan posisinya sebagai SKPD eksekutor yang mengeksekusi permohonan oleh pemohon, ketentuan rekomendasinya dari dinas teknis, misalnya dari tata ruang bagaimana untuk tata ruangnya, kemudian untuk tanahnya dari BPN bagaimana, kajian dampak lalulintas nya bagaimana menurut Dinas Perhubungan. Kemudian ketika produk hukum keluar, kami akan menyampaikan permohonan penertiban SK ke bagian hukum," tuturnya.
Hasilnya, kata Hanafi, memungkinkan atau tidak untuk dibangun, akan ditentukan dari hasil kajian.
"Nanti bisa atau tidaknya dibangu disampaikan, kami juga nanti menyampaikan ke bagian hukum," ujar Hanafi.
Menurut Hanafi, secara pribadi tidak rasional jika lahan yang digunakan sesuai permohonan sekitar 700 hektare.
"Luas Pulo Panjang kata BPN sekitar 700 hektare, menurut kades 800 hektare. Kemudian belum jelas juga mana yang tanah negara, kemudian fasilitas sosial dan fasilitas umum, masa diusir masyarakat, tidak bisa, pemkab juga tidak sembarangan," tuturnya