Serang, kibarmedia.com - Keputusan berdaulat dari sebuah pemerintahan untuk menunda pencabutan penambangan pasir liar di Pulau Tunda dn dsa lontar. Pontang Kabupaten Serang Provinsi Banten tidak serius di laksanakan oleh Gubernur Banten. Jika Moratorium tersebut sudah di anggap remeh oleh si penambang pasir dn ini di biarkan dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap kesejahteraan rakyat (nelayan) di Kabupaten Serang.
Jika kebijakan ini berlarut secara prosedural tata kelola pemerintahan yang hanya cuma omong doang untuk sekedar mengambil kebijakan populis di momentum politis akan menambah kegagalan permanen Rano Karno sebagai Gubernur di Banten. Kami menilai Gubernur Banten tidak punya nyali menghadapi para komprador asing yang mengambil pasir laut secara ilegal di pulau tunda. Ini berarti memancing Budaya Perlawanan di kalangan grass root yang hari ini merasa di cederai hak hukumnya sebagai masyarakat untuk di lindungi.
Menurut Tubagus Saptani selaku Budayawan Banten menilai ada kesepakatan kolektif untuk berkonspirasi antara pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Serang dan pengusaha dalam kasus penambangan liar.
"Kami menduga adanya konspirasi antara pemerintah Provinsi Banten, Pemkab Serang dengan pengusaha dalam penambangan pasir di laut Banten" katanya
Di tambahkan lagi oleh Kholid Miqdar selaku penasehat fron kebangkitan petani dn Nelayan.( FKPN BANTEN) Kholid mengancam akan membakar kapal pengeruk pasir yang digunakan oleh pengusaha penambangan yaitu kapal quin of netherland dan vox maxima jika masalah perizinan ini tetap dilakukan.
"jika ini makin di biarkan kami akan mengumpulkan massa lebih banyak lagi untuk membakar Kapal Queen Netherland dan Vox Maxima"katanya melalui rilis yang diterima bantencom Minggu 24 April 2016.
Kami menunggu Gubernur Banten pada hari rabu tanggal 27 april 2016 untuk turut mengambil kebijakan bersama. Rencana kami bersama masyarakat Banten dan Betawi akan melakukan dialog publik terbuka bersama JJ Rizal (sejarawan betawi), Marcus Kusumawijaya (ahli tata kota), Budayawan, Nelayan dan LBH Jakarta.